Ketika jarum jam masih malu malu untuk menunjuk tepat jam dua
siangnya, ada isarat__ kalau waktu sore sudah memberi tahu saya untuk balik ke
rumah, mungkin ada saja satu atau beberapa hambatan yang sekiranya memaksa saya
untuk menunda kepulangan. Bagi kebanyakan orang yang mau berpikir dengan
melepaskan semua sikap keambisianya, hujan adalah sebuah anugerah yang tak
terkira, tapi tidak sedikit dari sebagian orang yang pernah menyikapi hujan
sebagai sebuah hambatan ataupun musibah. tapi bagi saya, yang waktu itu dalam
keadaan tidak sedang terburu buru, biasanya kalau mau menyikapi turunya hujan,
mencoba mencari tahu lebih dulu dengan menanyakan kepada alam pikiran kita
sendiri-- hikmah apakah yang saya dapatkan nanti lewat pesan turunya hujan hari
itu. kalau ada usaha mau mencarinya insya Allah dari hasil pada hal yang
terkecilpun nampak menjadi satu hikmah yang begitu besar.
Deeg, hati saya mendadak membatin, meraba raba, tidak lebih
untuk sekedar mencari tahu sampai di pertemukan dengan titik temu jawabanya.
mungkin hari itu hikmahnya nampak kelihatan nyata setelah saya melihat beberapa
dari mereka, yaitu anak usia seumuran sekolah dasar yang sedang mencoba memburu
rejeki lewat jasa penyedia payung hujan. atau bisa di sebut dengan ojek payung.
hujan sepertinya sudah menjadi lahan subur untuk mengais banyak uang bagi
sebagian anak anak ini. anak penyedia jasa payung hanyalah memberikan sedikit
jasa yang tak seberapa, namun sangat menguntungkan buat kelangsungan aktivitas
banyak orang yang merasa terjebak oleh kondisi hujan, beberapa orang yang
hendak mau pulang pun salah satunya yang sudah bisa di untungkan dengan
memanfaatkan payung anak-anak tersebut setelah keluar dari mall untuk sekedar
menuju ke mobil mereka masing masing.
Saya terus mengamati beberapa anak ini yang kelihatan tidak
punya beban apapun di tengah pekerjaan dan derasnya air hujan, tidak merasa
takut sedikitpun dengan banyaknya kilatan petir yang sesekali bergantian dengan
menghujamkan dentuman yang begitu keras. di tengah resiko sakit yang mengancam,
hujan lebat dan suara gaduh guntur seolah sudah menjadi hal yang biasa bagi
sebagian anak ini, atau memang ada keterpaksaan karena begitu banyak alasan.
salah satunya, mungkin baginya hujan adalah sumber rejeki satu satunya untuk
mengais banyak upah dari para pengunjung mall.
Dua dari beberapa anak tersebut nampak ada yang sudah menggigil
kedinginan sembari memegang payungnya dengan badan sesekali terlihat gemetaran,
para bocah yang memasang muka polos ini terus menunggu para pengunjung mall
untuk memakai jasa pinjaman payungnya. Nampak satu anak laki yang memakai kaos
seragam bola tersebut kelihatan lebih sering mendapatkan pamakai jasa
payung_yang mungkin_ karena berdiri di bagian sisi teras menuju arah parkiran.
sebut saja dengan nama rio, bocah yang rela kehujanan sedari tadi Itu kelihatan
lebih gesit dari beberapa teman lainya.
Ketika rio di panggil oleh salah satu orang yang mau
menggunakan jasa payungnya, si rio mendadak mengulum senyum dan langsung sontak
memanggil salah satu temanya, mendengar lengkingan dengan sebutan nama Dilla,
bocah perempuan ini bergegas lari menuju suara rio yang bercampur dengan suara gemuruh
air hujan. rio sendiri sengaja memberikan kesempatan buat temanya, dengan
tujuan agar bisa membagikan kesempatan sebagian rejekinya buat temanya sendiri.
Melihatnya, saya tertegun sekaligus malu seketika, kala melihat
sikap kebersamaan enam bocah tersebut, mereka para bocah itu masih punya sikap
untuk bersedia berbagi, terlihat seperti sudah bisa melepaskan sifat
kebocahanya (dewasa sebelum usianya). jauh dari sikap berbau kapitalis, jauh
dari sikap rakus yang sering di pertontonkan di panggung politik negri ini.
mungkin kata hati bocah tersebut mencoba buat berbicara jujur, " saya
tidak mau serakah, biar ladang rejeki ini lebih banyak teman yang menikmati
".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar